MEMBENAHI DEMOKRASI ELEKTORAL
Demokrasi elektoral itu demokrasi minimalis. Analisisnya bahkan cukup
menggunakan teori lama sistem politik a la David Easton. Input, proses, output.
Toh, itu juga bukan soal sederhana. Praktiknya melibatkan tiga sistem besar dan
satu sama lain saling berkaitan: sistem kepartaian, sistem pemilu, dan sistem
perwakilan. Dari ketiganya, yang sering diutak-atik adalah sistem pemilu.
Seolah-olah di titik itulah masalah berkubang. Seolah-olah demokrasi yang baik
adalah jika pemilunya baik. Nyatanya, demokrasi kita sampai sekarang
terseok-seok.
Reformasi sistem kepartaian mutlak menyertai penataan sistem pemilu.
Inilah sisi "input" yang diproses di dalam pemilu. Selama kepartaian
memasok input yang buruk, pemilu tak bakalan sanggup menghasilkan keluaran yang
baik.
Pembenahan sistem representasi -- parlemen dan pejabat hasil pemilihan
-- tak kalah pentingnya. Kemanfaatan demokrasi elektoral harusnya dapat
dirasakan di sini. Tapi yang muncul malah oligarki, korupsi, preman politik,
akal-akalan. Bahan baku yang bagus, proses olahan yang canggih, akan
menghasilkan lebih banyak kesia-siaan jika arena pemanfaatannya kotor dan
berantakan.
Tingginya ongkos berdemokrasi, menggilanya biaya politik, apalagi
korupsi, bukan karena sistem pemilu semata. Partai dan para representatif itu
harus dibenahi juga. Ketiga sistem itu perlu dibangun ulang, menyeluruh,
sekaligus, dan sinkron. Itu pun, baru minimalis lho!*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar