Deputi Direktur Demos
SITUASI umum demokratisasi secara nasional sebagaimana digambarkan pada tulisan kemarin (Demokrasi Tanpa Fondasi, 2 Juli 2008) kelihatannya tidak jauh bebeda dengan situasi regional di Kalimantan. Dari 110 informan survei Demos di Kalimantan, gambaran situasi demokrasi regional relatif sama. Di Kalimantan Selatan, indeks rata-rata dari berbagai perangkat demokrasi menunjukkan angka 45, relatif sama dengan angka indeks nasional. Kalimantan Barat dan Timur masing-masing memiliki indeks 44 dan 43. Hanya Kalimantan Tengah yang memperlihatkan gejala yang berbeda. Penilaian informan Demos di provinsi itu menghasilkan angka indeks yang lumayan tinggi di atas rata-rata, yaitu 52. Angka indeks demokrasi nasional adalah 46.
Khusus menyangkut Kalimantan Selatan, situasi demokrasi pada umumnya tak berbeda jauh dibandingkan situasi demokrasi Indonesia pada umumnya. Perangkat-perangkat demokrasi yang tergolong dalam aspek manajerial pemerintahan relatif membaik. Kondisinya memang belumlah ideal, akan tetapi perkembangannya paling positif dibandingkan aspek lainnya. Perangkat demokrasi yang dianggap paling baik oleh para informan di Kalimantan Selatan adalah perangkat pemilihan umum yang jujur dan adil. Angka indeks untuk perangkat ini bahkan berada di atas rata-rata angka nasional, yaitu 68 berbanding 64. Perangkat lainnya berada di atas rata-rata angka nasional adalah dukungan pemerintah terhadap hukum internasional, kepatuhan pemerintah dan pejabat publik terhadap hukum (rule of law), kesetaraan di hadapan hukum, kebebasan berbicara dan berorganisasi, tata kelola pemerintahan yang baik, independensi partai politik dari politik-uang, desentralisasi pemerintahan yang demokratis, serta kapasitas pemerintah untuk memberantas korupsi.
Khusus menyangkut Kalimantan Selatan, situasi demokrasi pada umumnya tak berbeda jauh dibandingkan situasi demokrasi Indonesia pada umumnya. Perangkat-perangkat demokrasi yang tergolong dalam aspek manajerial pemerintahan relatif membaik. Kondisinya memang belumlah ideal, akan tetapi perkembangannya paling positif dibandingkan aspek lainnya. Perangkat demokrasi yang dianggap paling baik oleh para informan di Kalimantan Selatan adalah perangkat pemilihan umum yang jujur dan adil. Angka indeks untuk perangkat ini bahkan berada di atas rata-rata angka nasional, yaitu 68 berbanding 64. Perangkat lainnya berada di atas rata-rata angka nasional adalah dukungan pemerintah terhadap hukum internasional, kepatuhan pemerintah dan pejabat publik terhadap hukum (rule of law), kesetaraan di hadapan hukum, kebebasan berbicara dan berorganisasi, tata kelola pemerintahan yang baik, independensi partai politik dari politik-uang, desentralisasi pemerintahan yang demokratis, serta kapasitas pemerintah untuk memberantas korupsi.
Menyimak data tersebut, kita bisa memaklumi bahwa kinerja beberapa perangkat demokrasi dalam aspek manajerial pemerintahan di Kalimantan Selatan bahkan tergolong lebih baik daripada kinerja rata-rata secara nasional. Hal ini boleh jadi didorong oleh praktek desentralisasi yang sudah berlangsung 6-7 tahun terakhir. Sebagaimana bisa dicatat, aspek penyelenggaraan desentralisasi yang demokratis termasuk sebagai salah satu yang dianggap baik oleh para informan di Kalimantan Selatan.
Sayangnya, gejala positif itu tampaknya harus dibayar cukup mahal. Menurut data yang dihimpun Demos, kinerja berbagai perangkat demokrasi yang tercakup sebagai aspek representasi dan partisipasi publik justru berada jauh di bawah angka rata-rata. Partisipasi rakyat secara langsung di dalam proses-proses pengambilan keputusan publik situasinya lebih buruk dibanding situasi umum secara nasional. Padahal, aspek ini tergolong sebagai salah satu yang paling buruk di tingkat nasional. Kebebasan pers serta peluang publik untuk memperoleh perspektif yang berbeda dari media juga tampak lebih buruk situasinya di Kalimantan Selatan. Selain itu, perangkat-perangkat yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja kepartaian serta representasi politik juga berada dalam kondisi yang lebih buruk. Dua perangkat yang memperoleh penilaian paling buruk di Kalimantan Selatan adalah kemampuan partai politik untuk merefleksikan isu dan kepentingan yang vital bagi publik, serta kebebasan untuk mendirikan partai.
Apa yang bisa kita soroti dari data-data itu adalah bahwa tampaknya perjalanan demokratisasi di Kalimantan Selatan sangat kuat diwarnai oleh kecenderungan formalisasi demokrasi. Seperti halnya yang berlangsung secara umum di seluruh Indonesia, secara ironis formalisasi demokrasi itu telah mengabaikan aspek terpenting dari demokrasi sendiri, yaitu representasi publik. Pemilihan umum yang jujur dan adil boleh jadi secara teknis telah berlangsung secara baik dan terus membaik. Akan tetapi semakin menjadi jelas bahwa pemenuhan terhadap prosedur-prosedur penyelenggaraan pemilihan umum tidak serta-merta menjamin dihasilkannya kualitas perwakilan publik yang baik.
Salah satu faktor penting yang menyebabkan situasi representasi sangat buruk di provinsi ini tampaknya adalah kegagalan partai politik untuk menjalankan fungsi-fungsi perwakilannya. Persoalannya memang bukan semata-mata terletak pada aktivis partai politik di tingkat lokal. Sistem kepartaian yang terpusat, serta masih diharamkannya partai politik lokal, mungkin menjadi ganjalan yang paling besar bagi para pemimpin partai di daerah ini untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Kalaupun para aktivis partai di daerah ini berusaha keras untuk menjaring aspirasi lokal, sistem kepartaian yang bersifat nasional dan sentralistis masih menyisakan ketergantungan yang besar terhadap kebijakan partai yang diambil di tingkat pusat. Tentu saja gejala ini akan mudah dijumpai di banyak daerah lain di Indonesia.
Karena itu salah satu jalan keluar yang mungkin bisa memperbaiki situasi representasi di tingkat lokal adalah mengupayakan adanya pengakuan terhadap partai politik di tingkat lokal. Kendati demikian, gagasan ini memang harus diakui bukan hal yang mudah untuk direalisasikan. Akan tetapi, kekhawatiran-kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional jika ada partai politik di tingkat lokal haruslah ditepis. Pemberlakuan kebijakan ini di Aceh telah membuktikan bahwa kekhawatiran seperti itu adalah berlebihan. Partai politik lokal justru diharapkan bisa memperpendek jarak komunikasi antara pelaku-pelaku politik dan warga masyarakatnya. Partai politik lokal akan lebih mudah mengenali dan menyerap kebutuhan masyarakat setempat.
Namun, kendati masih terhalang oleh peraturan perundangan yang ada, jalan lain untuk memperbaiki kualitas representasi di tingkat lokal bukannya tak ada. Para pemimpin partai politik di sini harus berusaha lebih keras lagi untuk lebih terikat pada aspirasi konstituennya di daerah daripada kebijakan-kebijakan yang diambil secara terpusat oleh pengurus di tingkat nasional. Jika tidak, demokratisasi di sini akan terus berlangsung secara formal dari pemilu ke pemilu, dari pilkada ke pilkada, tanpa menyentuh persoalan paling vital dari demokrasi, yaitu representasi dan partisipasi publik.∎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar